Not known Details About buku sirah tahun 2
Not known Details About buku sirah tahun 2
Blog Article
tanggal 21 malam bulan Ramadhan dan bertepatan dengan tanggal ten Agustus tahun 610 M. Tepatnya usia beliau saat itu empat puluh tahun enam bulan dua belas hari menurut penanggalan qamariyyah (berdasarkan peredaran bulan; hijriyyah) dan sekitar tiga puluh sembilan tahun tiga bulan dua puluh hari; ini menurut penanggalan syamsiyyah (berdasarkan peredaran matahari; masehi). Mari kita dengar sendiri 'Aisyah ash-Shiddiqah radhiallâhu 'anha menuturkan kisahnya kepada kita mengenai peristiwa yang merupakan noktah permulaan nubuwwah tersebut dan yang mulai membuka tabir-tabir gelapnya kekufuran dan kesesatan sehingga dapat mengubah alur kehidupan dan meluruskan garis sejarah; 'Aisyah radhiallâhu 'anha berkata: "Wahyu yang mula pertama dialami oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam adalah berupa ar-Ru'ya ash-Shalihah (mimpi yang benar) dalam tidur dan ar-Ru'ya itu hanya berbentuk fajar shubuh yang menyingsing, kemudian beliau lebih menyenangi penyendirian dan melakukannya di gua Hira'; beribadah di dalamnya beberapa malam sebelum dia kembali ke rumah keluarganya. Dalam melakukan itu, beliau mengambil bekal kemudian kembali ke Khadijah mengambil perbekalan yang sama hingga datang kebenaran kepadanya; yaitu saat beliau berada di gua Hira' tersebut, seorang malaikat datang menghampiri sembari berkata: "bacalah!", lalu aku menjawab (ini adalah jawaban Rasulullah sendiri yang sepertinya oleh pengarang buku ini dinukil langsung dari naskah asli haditsnya-pink): "aku tidak bisa membaca!". Beliau Shallallahu 'alaihi wasallam bertutur lagi: "kemudian dia memegang dan merengkuhku hingga aku kehabisan bertenaga, lalu setelah itu melepaskanku sembari berkata: "bacalah!
Kemudian keduanya tertidur dengan pulas padahal sebelumnya kami tak bisa memicingkan mata untuk tidur karena tangis bayi kami tersebut. Suamiku mengontrol onta tua milik kami dan ternyata susunya sudah berisi, lalu dia memerasnya untuk diminum. Aku juga ikut minum hingga perut kami kenyang, dan malam itu bagi kami adalah malam tidur yang paling indah yang pernah kami rasakan. Pada pagi harinya, suamiku berkata kepadaku:' demi Allah! Tahukah kamu wahai Halimah?; kamu telah mengambil manusia yang diberkahi'. Aku berkata: 'demi Allah! Aku berharap demikian'. Kemudian kami pergi keluar lagi dan aku menunggangi onta betinaku dan membawa serta beliau Shallallahu 'alaihi wasallam diatasnya. Demi Allah! Onta betinaku tersebut sanggup menempuh perjalanan yang tidak sanggup dilakukan oleh onta-onta mereka, sehingga teman-teman wanitaku dengan penuh keheranan berkata kepadaku:'wahai putri Abu Zuaib! Celaka! Kasihanilah kami bukankah onta ini yang dulu pernah bersamamu?, aku menjawab:'demi Allah! Inilah onta yang dulu itu!'. Mereka berkata:'demi Allah! Sesungguhnya onta ini memiliki keistimewaan'. Kemudian kami mendatangi tempat tinggal kami di perkampungan kabilah Bani Sa'advert. Sepanjang pengetahuanku tidak ada bumi Allah yang lebih tandus darinya; ketika kami datang, kambingku tampak dalam keadaan kenyang dan banyak air susunya sehingga kami dapat memerasnya dan meminumnya padahal orang-orang tidak mendapatkan setetes air susupun walaupun dari kambing yang gemuk. Kejadian ini membuat orang-orang yang hadir dari kaumku berkata kepada para pengembala mereka: celakalah kalian! Pergilah membuntuti kemana saja pengembala kambing putri Abu Zuaib mengembalakannya. Meskipun demikian,
TAHAPAN KEDUA BERDAKWAH SECARA TERANG-TERANGAN (DAKWAH JAHRIYYAH) Beragam Penindasan Kaum Musyrikun menjalankan metode-metode terdahulu sedikit-demi sedikit untuk mengekang perkembangan dakwah Islamiyyah setelah kemunculannya pada permulaan tahun IV kenabian. Mereka baru sebatas melakukan metode-metode tersebut selama beberapa minggu dan bulan, tidak bergeser ke metode yang baru. Akan tetapi, manakala mereka melihat bahwa metode-metode tersebut tidak membuahkan hasil sama sekali dalam upaya menggagalkan dakwah Islamiyyah; mereka mengadakan pertemuan sekali lagi untuk memusyawarahkan hal tersebut antar sesama mereka. Akhirnya, mereka memutuskan untuk melakukan penyiksaan terhadap kaum Muslimin dan menguji dien mereka. Tindakan yang diambil pertama kali adalah bergeraknya masing-masing kepala suku untuk menginterogasi siapa saja yang masuk Islam dari kabilah mereka, kemudian ditindaklanjuti oleh bawahan dan kroco-kroco mereka.
Sejarah kehidupan bangsa Arab sebelum Islam adalah sejarah peperangan. Catatan-catatan sejarah mereka sarat dengan cerita pertempuran dan kepahlawanan. Tapi seluruh peperangan tersebut adalah peperangan suku yang berlangsung dengan cara saling 'tantang-menantang' antara yang di'jago'kan dari kedua belah pihak. Justeru bukan sebagai peperangan dalam bentuk perang militer, kecuali -barangkali peperangan dzi qar- yang berhasil mengakhiri ancaman Persia terhadap orang-orang Arab keluarga Syaiban dan Rabi'ah dan cabang-cabangnya dari suku Qaes 'Aylan yang berinduk ke Mudlor dan yang hidup di perbatasan. Termasuk dalam catatan penting sejarah bangsa Arab juga peristiwa khuzazi atau khuzaz di mana sejumlah besar cabang-cabang suku Ma'd ibn 'Adnan menghimpun diri melawan pasukan Jemeir di bawah pimpinan Kuleib ibn Wail, pahlawan yang dikenal dengan nama Sayyid Rabi'ah. Tapi perang Badr yang terjadi pada tanggal 17 Ramadlan 2H/13 Maret 624M adalah peperangan pertama yang layak dinamakan perang, dan tentara Islam yang berangkat menuju Badr betulbetul merupakan pasukan militer yang pertama kali dikenal dalam sejarah mereka. Kaum Qureisy sendiri sebenarnya berangkat ke Badr bukan dalam bentuk sebagai angkatan perang melainkan sebagai kelompok 'jago'an yang ingin pamer kekuatan dengan anggapan bahwa persoalan yang akan dihadapi tidak akan lebih dari sekedar 'tantang-menantang' antara kedua belah pihak kemudian akan dihelai oleh salah seorang kepala suku sebagai penengah dan masing-masing menerima usulan untuk berdamai. Persoalan kemudian dapat diakhiri dengan membayar ganti rugi atau denda, lalu jalur niaga terbuka dan selesai. Tapi pukulan pertama yang diarahkan pasukan Islam dan menewaskan tiga tokoh Qureisy dalam waktu yang sangat singkat telah menggoyahkan dan menurunkan semangat tempurnya.
Meskipun demikian, mereka tetap menyembunyikan keislaman mereka dan menjauh dari pandangan para Thughat sedapat mungkin. Akan tetapi, sekalipun kehati-hatian dan kewaspadaan itu dilakukan, mereka sama sekali tidak dapat lolos begitu saja dari gangguan, penghinaan serta penganiayaan. Dalam pada itu, Rasulullah tetap melakukan shalat dan beribadah kepada Allah didepan mata kepala para Thughat tersebut; beliau leluasa berdoa baik secara pelan atau terangterangan. Tidak ada seorangpun yang bisa menghalangi dan memalingkannya dari hal itu sebab semua itu dilakukan dalam rangka menyampaikan risalah Allah semenjak beliau diperintahkan olehNya, dalam firmanNya: "Maka sampaikanlah olehmu segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik". (QS. fifteen/Al-Hijr: 94). Dengan demikian, sebenarnya sewaktu-waktu, bisa saja kaum Musyrikun menyakiti beliau bila mereka mau sebab secara zhahirnya tidak ada yang menghalangi antara mereka dan diri beliau selain rasa malu dan segan serta adanya jaminan Abu Thalib dan rasa hormat terhadapnya. Sebab lainhnya, karena kekhawatiran mereka terhadap akibat yang lethal dari
AGAMA BANGSA ARAB Mayoritas Bangsa Arab masih mengikuti dakwah Nabi Ismail 'alaihissalam dan menganut agama yang dibawanya. Beliau meneruskan dakwah ayahnya, Ibrahim 'alaihissalam, yaitu menyembah Allah dan mentauhidkanNya. Untuk beberapa lama mereka akhirnya mulai lupa banyak hal tentang apa yang pernah diajarkan kepada mereka. Sekalipun begitu, tauhid dan beberapa syiar agama Ibrahim masih tersisa pada mereka, hingga munculnya Amru bin Luhai, pemimpin Bani Khuza'ah. Dia tumbuh sebagai orang yang dikenal suka berbuat kebajikan, bershadaqah dan respek terhadap urusan-urusan agama, sehingga semua orang mencintainya dan hampir-hampir mereka menganggapnya sebagai salah seorang ulama besar dan wali yang disegani. Kemudian dia mengadakan perjalanan ke Syam. Disana dia melihat penduduk Syam yang menyembah berhala dan menganggap hal itu sebagai sesuatu yang baik serta benar. Sebab menurutnya, Syam adalah tempat para rasul dan kitab. Maka dia pulang sambil membawa Hubal dan meletakkannya di dalam ka'bah. Setelah itu dia mengajak penduduk Mekkah untuk menjadikan sekutu bagi Allah. Orang-orang Hijaz pun banyak yang mengiktui penduduk Mekkah karena mereka dianggap sebagai pengawas Ka'bah dan penduduk tanah suci.
JAKIM adalah sebuah agensi pusat bagi pengurusan hal ehwal Islam di peringkat Persekutuan yang berperanan untuk menyelaras pengurusan hal ehwal Islam di negara ini. JAKIM juga menjadi penggerak utama aspirasi pentadbiran Islam ke arah melahirkan ummah yang sejahtera. Hubungi Kami
betul mantap dengan keimanan yang mendalam serta tekad bulat untuk siap mengikuti panggilan jihad. Wilayah kekuasaan umat Islam bertambah luas, kesatuan lebih teratur dengan sikap yang lebih tegas lagi. Sebelum perang Badr tercatat hanya dua atau tiga mesjid karena umumnya para pemimpin suku membangun mushallah masing-masing; ada mushallah Sa'd ibn Mu'adz, mushallah Sa'd ibn 'Ubadah dan sebagainya. Setelah perang Badr terlihat banyak mesjid yang dibangun; maka ada mesjid Al-Fath, mesjid AlSayiq dan mesjid Al-Salai; semua itu dibangun dalam bentuk yang lebih permanen dan lebih luas dapat menampung lebih banyak jumlah jama'ah yang datang menunaikan shalat-shalat fardlu. Namun mesjid Rasulullah tetap sebagai mesjid raya yang berfungsi juga sebagi pusat kegiatan penduduk Madinah yang sepanjang hari menyaksikan kesibukan dan dinamika. Sementara itu telah dibangun pula beberapa kamar untuk Rasulullah di bagian tenggara mesjid dan beliau tinggal di sana. Di tepi kamar-kamar itulah Rasulullah selalu berkumpul bersama para sahabatnya berbagi pendapat dan dengan terbuka bagi siapa saja yang hendak bertemu dengan beliau, mendengarkan hadis-hadisnya dan menanyakan berbagai hal. Keikutsertaan kaum muhajirin dan al-anshar ditambah bergabungnya orang-orang dari suku Juheina, Bellawi dan Ghiffari dengan rasa kebersamaan dalam perang Badr telah mendorong semakin mantapnya kesetiakawanan dan solidaritas umat. Adalah sulit dipercaya (tapi nyata) bahwa jurang pemisah antar suku dan golongan sudah terhapus sama sekali. Rasulullah dalam hal ini adalah suri tauladan mereka sebab meskipun sepupunya, Ali ibn Abi Thalib telah memperlihatkan kepahlawanan dalam medan tempur, namun Rasulullah tidak memperlakukannya secara istimewa sebagai upaya untuk menghilangkan kesan kesukuan keluarga Hasyim.
TAHAPAN KEDUA BERDAKWAH SECARA TERANG-TERANGAN (DAKWAH JAHRIYYAH) Utusan Quraisy menemui Rasulullah Setelah masuk islamnya dua orang pahlawan yang agung, Hamzah bin ‘Abdul Muththalib dan ‘Umar bin al-Khaththab radhiallaahu 'anhuma, awan kelabu mulai menyelimuti kaum Musyrikun dan barulah tersadar dari mabuk mereka yang selama ini digunakan untuk menyiksa kaum Muslimin. Kali ini, mereka berupaya untuk mencari jalan lain, yaitu mengajukan negosiasi dimana mereka akan memenuhi semua tuntutan yang diinginkan oleh beliau Shallallâhu 'alaihi wasallam asalkan mau menghentikan dakwahnya. Mereka yang perlu dikasihani itu, tidak mengetahui bahwa setiap apa saja yang dapat disinari oleh matahari tidak memiliki nilai sama sekali walau sebesar nyamuk sekalipun dibandingkan dakwah yang beliau emban. Akhirnya, mereka mengalami kegagalan lagi. Ibnu Ishâq berkata: “Yazîd bin Ziyâd berkata kepadaku, dari Muhammad bin Ka’ab alQurazhiy, dia berkata: ‘suatu hari ‘Utbah bin Rabî’ah -yang merupakan seorang kepala suku- berbicara di perkumpulan Quraisy saat Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam duduk-duduk seorang diri di masjid: ‘wahai kaum Quraisy!
Beliau Shallallahu 'alaihi wasallam dibawa kembali ke Mekkah oleh kakeknya. Perasaan kasih terhadap sang cucu yang sudah yatim piatu semakin bertambah di sanubarinya, dan hal ini ditambah lagi dengan adanya musibah baru yang seakan menimpali luka lama yang belum sembuh betul. Maka ibalah ia terhadapnya; sebuah perasaan yang tak pernah ia tumpahkan terhadap seorangpun dari anak-anaknya. Dia tidak lagi membiarkan cucunya tersebut hanyut dengan kesendirian yang harus dialaminya bahkan dia lebih mengedepankan kepentingannya daripada kepentingan anak-anaknya. Ibnu Hisyam berkata: " Biasanya, 'Abdul Muththalib menghamparkan permadaninya di naungan Ka'bah, lalu anak-anaknya duduk di sekitar permadani tersebut hingga dia keluar, dan ketika itu, tak seorangpun dari anak-anaknya tersebut yang berani duduk-duduk disitu untuk menghormati kedudukannya. Namun tidak demikian halnya dengan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam ; tatkala beliau masih berusia di bawah dua dengan postur tubuh yang bongsor datang dan langsung duduk-duduk diatas permadani tersebut, paman-pamannya sertamerta mencegahnya agar tidak mendekati tempat itu. Melihat tindakan anak-anaknya itu, dia berkata kepada mereka: 'biarkan saja anakku ini melakukan apa saja! Demi Allah! Sesungguhnya dia nanti akan menjadi orang yang besar!'. Kemudian dia duduk-duduk bersama beliau di permadani itu, mengelus-elus punggungnya dengan tangan kasihnya.
Demikianlah yang dilakukan oleh Abu Lahab padahal beliau adalah paman beliau Shallallâhu 'alaihi wasallam sekaligus tetangganya, rumahnya menempel dengan rumah beliau. Sama seperti tetangga-tetangga beliau yang lain read more yang selalu mengganggu beliau padahal beliau tengah berada di dalam rumah. Ibnu Ishaq berkata: "Mereka yang selalu mengganggu Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam saat beliau berada di rumah tersebut adalah Abu Lahab, al-Hakam bin Abi al'Ash bin Umayyah, 'Uqbah bin Abi Mu'ith, 'Adiy bin Hamra' ats-Tsaqafy dan Ibnu alAshda' al-Hazaly. Semuanya adalah tetangga-tetangga beliau namun tak seorangpun diantara mereka yang masuk Islam kecuali al-Hakam bin Abi al-'Ash. Salah seorang diantara mereka ada yang melempari beliau dengan rahim kambing saat beliau tengah melakukan shalat. Yang lain lagi, bila priuk milik beliau -yang terbuat dari batu- tengah dipanaskan, pernah memasukkan bangkai tersebut ke dalamnya. Hal ini, membuat Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam mamasang tabir agar dapat terlindungi dari mereka manakala beliau tengah melakukan shalat. Bila usai mereka melakukan hal itu, Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam membawanya keluar dan meletakkannya diatas sebatang ranting, kemudian berdiri di depan pintu rumahnya lalu berseru: "wahai Bani 'Abdi Manaf! Tetangga-tetangga model apa yang begini kelakuannya?". Kemudian barang tersebut beliau lempar ke jalan. 'Uqbah bin Abi Mu'ith malah melakukan hal yang lebih buruk dan busuk dari itu lagi.
ten. PERIODE KEDUA PERTEMPURAN Kesempatan tidak terluang untuk merinci lebih lanjut detik-detik peristiwa tewasnya Abu Jahal pada paragraf sebelumnya. Pada bagian untuk membicarakan periode kedua pertempuran yang menentukan dalam sejarah Islam dan sejarah umat manusia ini kita masih menyambung detikdetik peristiwa tersebut sebagaimana yang diuraikan oleh Mu'adz ibn 'Amr yang dikutip AlWaqidi "..aku bersumpah : tiada yang dapat menghalangi aku untuk menyelesaikannya kecuali mati dan secepat kilat aku menyerangnya dan berhasil mengenai kakinya, kemudian aku mendapat serangan dari putranya, 'Ikrimah' yang mengenai lenganku dan terpotong tapi masih lengket dan aku bisa menariknya ke belakang; ketika aku merasakan sakitnya aku injak dan memotongnya sendiri kemudian aku melihat 'Ikrimah lewat, sekiranya tanganku masih ada tentu aku sudah menghabiskannya pula" (Al-Waqidi, vol. 1/seventy eight) Kemudian Al-Waqidi meriwayatkan: "Setelah pertempuran usai Rasulullah memerintahkan untuk mencari Abu Jahal; berkata Ibn Mas'ud: lalu aku mendapatkannya sedang berlumuran darah, aku meletakkan kaki-ku di lehernya dan berkata kepadanya: Al-hamdu lillah, aku bersyukur kepada Allah yang mencelekakanmu, ia menjawab: yang celaka ialah putra hamba sahaja (maksudnya Abdullah ibn Mas'ud), kamu sudah bisa bertingkah hai pengembala cilik ! siapa yang berkuasa sekarang ? kataku: Allah dan Rasul-Nya. Berkata Abdullah ibn Mas'ud : lalu dia memegang bahunya dan aku berkata: aku akan membunuhmu wahai Abu Jahal! ia menjawab: kamu bukanlah hamba sahaja pertama yang membunuh tuannya; oh, betapa sial nasibku hari ini kalau kamu yang membunuhku, mengapa aku tidak terbunuh oleh orang-orang terpandang! Lalu Abdullah memukulnya dengan pedang yang memotong lehernya dan kepalanya terpisah terbang hinggap di tangan Ibn Mas'ud kemudian ia menariknya".
Adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi”. (Q,.s.ar-Ra’d: 17) Dari sebab utama ini, kemudian berkembang dan beralih kepada sebab-sebab lain yang semuanya tidak lain menguatkan ketegaran dan kesabaran tersebut seperti yang akan disebutkan selanjutnya. 2. Kepimpinan yang digandrungi oleh setiap hati Sosok Rasulullah adalah sosok seorang pemimpin umat Islam tertinggi. Tidak saja bagi Umat Islam tetapi bagi seluruh manusia. Beliau memiliki postur badan yang ideal, jiwa yang sempurna, akhlak luhur, sifat-sifat yang terhormat dan ciri fisik yang agung. Hal ini dapat menyebabkan hati tertawan dan membuat jiwa rela berjuang untuknya sampai tetas darah terakhir. Kesempurnaan yang dianugerahkan kepadanya tersebut tidak pernah dianugerahkan kepada siapapun. Beliau menempati posisi puncak dalam derajat sosial, keluhuran budi, kebaikan dan keutamaan. Demikian pula dari sisi kesucian diri, amanah, kejujuran dan semua jalan-jalan kebaikan tidak ada yang menandinginya. Jangankan oleh para pencinta dan shahabat karib beliau, musuh-musuhnya pun tidak meragukan lagi hal itu. Ungkapan yang pernah terlontarkan dari mulut beliau pastilah membuat mereka langsung meyakini kejujurannya dan kebenarnya.
Setelah itu, kami menetap disisinya dengan penuh kenyamanan bersama tetangga yang paling baik". Riwayat ini adalah versi Ibnu Ishaq, sedangkan riwayat lainnya menyebutkan bahwa perutusan 'Amru bin al-'Ash kepada an-Najasyi terjadi setelah perang Badr. Sebagian ahli sejarah menyinkronkan kedua versi riwayat tersebut dengan menyatakan bahwa perutusan itu terjadi dua kali akan tetapi tanya jawab-tanya jawab yang disebutkan terjadi antara anNajasyi dan Ja'significantly dalam perutusan yang kedua kalinya itu adalah hampir sama dengan apa yang diriwayatkan dalam versi Ibnu Ishaq. Selain itu, materi yang termuat dalam pertanyaan-pertanyaan tersebut menunjukkan terjadinya proses murâfa'at (pembelaan, pendengaran di muka hakim dalam istilah hukum-red) pertama yang diadukan kepada anNajasyi.